Jumat, 13 Juni 2014

Analisis Masalah Antara Pasien, Pihak Rumah Sakit dan Dokter Mengenai BBJS


Dengan adanya pengeluaran yang tidak terduga apabila seseorang terkena penyakit, apalagi tergolong penyakit berat yang menuntut stabilisasi yang rutin seperti hemodialisa atau biaya operasi yang sangat tinggi. Hal ini berpengaruh pada penggunaan pendapatan seseorang dari pemenuhan kebutuhan hidup pada umumnya menjadi biaya perawatan dirumah sakit, obat-obatan, operasi, dan lain lain. Hal ini tentu menyebabkan kesukaran ekonomi bagi diri sendiri maupun keluarga. Sehingga munculah istilah “SADIKIN”, sakit sedikit jadi miskin. Dapat disimpulkan, bahwa kesehatan tidak bisa digantikan dengan uang, dan tidak ada orang kaya dalam menghadapi penyakit karena dalam sekejap kekayaan yang dimiliki seseorang dapat hilang untuk mengobati penyakit yang dideritanya.

Begitu pula dengan resiko kecelakaan dan kematian. Suatu peristiwa yang tidak kita harapkan namun mungkin saja terjadi kapan saja dimana kecelakaan dapat menyebabkan merosotnya kesehatan, kecacatan, ataupun kematian karenanya kita kehilangan pendapatan, baik sementara maupun permanen


Maka seluruh penduduk Indonesia diharuskan memiliki jaminan kesehatan nasional untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang handal, unggul dan terpercaya.

Sementara itu, BPJS adalah singkatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. BPJS ini adalah perusahaan asuransi yang kita kenal sebelumnya sebagai PT Askes. Begitupun juga BPJS Ketenagakerjaan merupakan transformasi dari Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja). 

Permasalahan yang akan saya bahas yaitu bagaimana jika kartu BPJS tidak dianggap? Apa tindakan dokter ketika pasien BPJS dioperasi dan benang yg dicover habis? Mengikuti prosedur manajemen rumah sakit atau menyelamatkan pasien mengikuti kode etik sebagai dokter?

Bagaimana jika kartu BPJS tidak dianggap? Tentunya pihak pengguna kartu BPJS dapat menyampaikan pengaduan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan dan atau BPJS Kesehatan. Atau dapat langsung datang ke posko BPJS di kota dan desa. Agar pihak pengguna bisa mendapatkan haknya sebagai pengguna BPJS.

Apa tindakan dokter ketika pasien BPJS dioperasi dan benang yang dicover habis? Tentunya akan sangat membingungkan bagi sang dokter karena hal tersebut terjadi pada saat darurat. Dan apa yang harus dilakukan dokter? Mengikuti prosedur manajemen rumah sakit atau menyelamatkan pasien mengikuti kode etik sebagai dokter? Menurut pendapat saya, yang harus dilakukan oleh dokter tersebut adalah segera melakukan hal yang dapat menyelamatkan pasien tersebut walaupun prosedur dari pihak manajemen rumah sakit belum memberikan kepastian. Seperti yang tertera pada Pasal 13, "Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya". 

Akan seperti apa jika saya berada diposisi Pasien, Pihak Rumah Sakit, dan Dokter mengenai BPJS?

  • Pasien, jika saya berada diposisi sebagai pasien tentunya saya akan menggunakan hak saya sebagai pengguna BPJS. Apabila kartu BPJS saya tak dianggap, saya akan berusaha mendapat keadilan dan saya akan meminta kinerja yang baik dari pihak dokter dan rumah sakit. Jangan hanya karena saya pengguna BPJS mereka membeda-bedakan kinerja yang mereka berikan. 
  • Pihak Rumah Sakit, jika saya berada diposisi sebagai pihak rumah sakit tentunya saya akan menjalankan program BPJS dengan sebenar-benarnya. karena sudah kewajiban pihak rumah sakit melayani pasien.
  • Dokter, jika saya berada diposisi sebagai dokter tentu saya akan menjalankan profesi saya sebagai dokter dengan baik dan benar. Seperti penjelasan yang saya jelaskan pada permasalahan diatas, saya akan membantu atau menyelamatkan pasien dengan sigap tanpa harus melihat status atau apapun. karena setiap dokter harus menanamkan dan menjalankan kode etiknya sebagai seorang dokter.
Masyarakat harus mengikuti BPJS. Masyarakat harus diberikan informasi yang pasti tentang teknis pelaksanaan BPJS. Misalnya informasi tentang manfaat, iuran dan pendaftaran kepesertaan BPJS. Agar masyarakat bisa mendapatkan jaminan kesehatan yang lebih baik lagi

Sumber:

Merk Kolektif

Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.


Bisa dibilang merk kolektif ini biasanya digunakan untuk barang-barang yang di produksi meniru barang aslinya atau bisa dikatakan juga mengikuti merk yang sudah ada dan terkenal dimasyarakat. 


Produk-produk dibawah ini merupakan beberapa contoh produk yang memiliki kesamaan: 
  1. Pop ice dengan Top ice, memiliki persamaan visual dan bunyi ucapan.
  2. Oreo dengan Oriorio, memiliki kesamaan konseptual, visual dan bunyi ucapan.
  3. ExtraJoss dengan EnerJoss. memiliki kesamaan bunyi ucapan.
  4. Larutan Cap Badak dengan Larutan Cap Kaki Tiga, larutan cap kaki tiga memiliki kesamaan kemasan dengan larutan Cap Badak, dll.
Begitu banyak produk yang menggunakan merk kolektif. Walaupun dari segi kualitas belum tentu produk yang ditawarkan melebihi atau setara dengan merek yang sudah terkenal tersebut

Ada beberapa hal yang membuat penjiplakan merek dilakukan yaitu:
  1. Produk mudah dipasarkan, karena tertolong oleh produk yang ditiru.
  2. Biaya promosi lebih murah.
  3. Tidak perlu memikirkan disain produk
  4. Tidak perlu mengurus nomor pendaftaran ke Dirjen HKI .
karakteristik yang sama ini berada dalam 1 golongan dalam kelas barang atau jasa dalam pendaftaran Merek yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1993. Hal ini menurut saya, setidaknya apabila barang dan/atau jasa itu terdapat dalam 1 kelas maka barang dan/atau jasa tersebut memiliki korelasi atau hubungan yang setidaknya memiliki kemiripan

Sumber: